Saturday, January 05, 2008

Distribusi Bantuan Tidak Memadai

Sebagian Warga Bertahan Di Rumah

Distribusi bantuan untuk korban banjir di Kecamatan Maduran Lamongan tidak memadai. Semenjak luapan Bengawan Solo yang menenggelamkan dua desa di kecamatan tersebut, yaitu Desa Gedangan dan Blumbang pada 31 Desember 2007 lalu masyarakat banyak mengeluhkan kurang memadainya bantuan bagi korban banjir.

Bantuan yang semestinya didatangkan dari pemerintahan setempat kerapkali dirasakan warga masih kurang sewajarnya. Seperti yang diutarakan Sukaya (56) warga Desa Gedangan bahwa hingga pertama desanya terkena banjir bantuan bahan makanan sering kurang jumlahnya dari keseluruhan jumlah kepala keluarga. "Belum lagi kebutuhan akan pengadaan air bersih bagi setiap keluarga," imbuhnya.

Sementara itu Yatno (33) warga Desa Blumbang mengatakan bantuan berupa pangan memang ada, akan tetapi ia sangat menyayangkan apabila pembagian bantuan tidak sesuai dengan kebutuhan korban banjir. Bahkan dirinya dan beberapa korban lainnya juga mengutarakan jika datangnya bantuan sering terlambat.

Menanggapi keluhan warganya, Ali Gufron Kepala Desa Gedangan mengatakan upaya permohonan pendistribusian bantuan secara memadai telah dilakukan. "Saya telah melaporkan keluhan-keluhan warga pada pemkab dan mengenai keterlambatan pengiriman menurut informasi yang diperoleh karena sulitnya akses menuju dua desa tersebut," ujarnya.

Menurut keterangan Ali di Desa Gedangan sendiri banjir telah menenggelamkan rumah sebanyak 295 kepala keluarga dari 485 kepala keluarga. Bahkan jumlah itu diprediksi bertambah melihat setiap hari hujan deras mengguyur desa tersebut.

Sampai Jum'at (4/1) sebagian warga di dua desa tersebut bersikeras bertahan di rumah. Padahal, ketinggian air mencapai rata-rata 1 meter hingga 1,5 meter. Kebanyakan dari warga menolak dievakuasi ke posko banjir yang didirikan oleh warga karena khawatir akan keselematan barang-barang yang ada di rumahnya.

Di rumah masing-masing, warga bertahan menggunakan lemari, dipan, ataupun bambu untuk membuat semacam panggung darurat di dalam rumah. Berbagai harta benda warga juga ditumpuk di panggung itu. Seperti sepeda, kursi, ternak, gabah, dan pakaian.

Sedangkan sebagian dari mereka memilih untuk membuat perahu dari pohon pisang atau dari kayu-kayu, sehingga tidak khawatir sewaktu-waktu permukaan air naik. Di sisi lain, adapula warga yang tidak mempunyai perahu dan tidak seberapa memedulikan risiko tersebut. (Naskah:M. Ridlo'i / Foto:Akbar Insani)



No comments: