Saturday, October 06, 2007

Berebut Janji Tuhan di Malam Turunnya Malaikat











Sayup-sayup untaian kalimat do'a, tahlil, tahmid, dan tasbih terdengar bersahutan dari para peziarah, seakan memecah keheningan malam di hari-hari biasanya .

Perlahan menjelang tengah malam ratusan umat muslim mulai berduyun-duyun memadati komplek makam Sunan Ampel Surabaya. Tidak hanya di sekitar makam saja, masjid, makam para syuhada' haji, dan makam-makam ulama yang ada di situ pun tak luput dari peziarah.

Hingga menjelang subuh kegigihan mereka dalam memburu Lailatul Qadar di malam ganjil sepuluh bulan terakhir dari bulan ramadhan tak kunjung surut, seperti malam ke-21, 23, 25, 27, dan 29. Mulai dari anak kecil hingga orang tua baik laki-laki maupun wanita membaur menjadi satu, mereka larut dalam do'a pada Sang Pencipta.

Suasana sakral tersebut misalnya, merupakan suatu upaya dari sebagian besar umat muslim yang percaya akan diturunkannya janji-janji Tuhan bagi umat muslim yang bertaqwa dan beriman. Tentu, semata-mata tak terlewatkan pula permohonan ampunan atas segala dosa yang selama ini telah diperbuat. Sehingga pada malam ganjil tersebut dengan penuh harap Tuhan dapat mengabulkan segala apa yang menjadi keinginan hati manusia.

Selain itu kehadiran mereka sengaja untuk mengharap berkah dari waliyullah (kekasih Tuhan) agar apa yang dipanjatkannya dapat dikabulkan Tuhan. Seperti halnya yang dituturkan salah seorang peziarah asal Madura Shodiqul Masduq (24 tahun) bahwa dengan berdo'a di depan makam Sunan Ampel atau ulama-ulama lainnya, niscaya kita akan dapat berkah do'a darinya kepada Tuhan.

Tidak hanya di komplek makam Sunan Ampel saja. Suasana hikmat umat muslim dalam menyambut turunnya malaikat pun terlihat di berbagai tempat lainnya. Mulai dari surau-surau, dalam rumah, makam, atau tempat lainnya yang dikeramatkan.

Sebagaian orang ada yang memilih untuk menunggu kedatangan malam itu dengan berlama-lama di masjid (i'tikaf) sambil membaca Al-Quran. Ada yang menunggunya dihadapan rumah agar dapat melihat turunnya malaikat pada malam Qadar, dan tidak kurang juga yang menyambutnya dengan sinaran-sinaran lampu-lampu minyak agar kawasan mereka diterangi. Mereka begitu yakin dengan beberapa tanda-tanda Lailatul Qadar seperti yang banyak diceritakan dalam berbagai cerita sejarah Islam.

Sekelumit Kisah Lailatul Qadar
Menurut sejarah Islam Lailatul Qadar adalah malam yang lebih baik dari seribu bulan. Siapa saja akan mendapatkan keutamaan pada malam tersebut. Karena itu adalah janji Tuhan pada manusia.

Seperti yang terkandung dalam Al-Qur'an salah satu keistimewaan lainnya yang menceritakan tentang berkahnya malam ini. Yaitu di mana pada malam ini diturunkannya Al-Qur'an sebagai kitab suci bagi umat Islam.

Oleh karenanya sebagian besar umat muslim di dunia disunnahkan untuk mengisinya dengan serangkaian ibadah. Sedangkan Para ulama bersepakat bahwa Lailatul Qadar sendiri terjadi pada malam ganjil di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Dan terus berlangsung pada setiap bulan Ramadhan untuk kebaikan umat muslim sampai terjadinya hari kiyamat.

Mengenai berkah bagi yang mendapatkannya adalah amalan ibadah yang dilakukan pada malam itu digandakan sehingga menjadi 1.000 bulan beribadah atau sekitar 83 tahun.

Dari sini jelasnya kepastian akan tabir Lailatul Qadar tiada yang dapat mengetahui. Namun, bagi seluruh umat muslim selalu dituntut untuk berebut janji Tuhan yang dibawakan oleh Malaikat-Nya. (Naskah: M. Ridlo'i / Foto: Wahtu Triatmojo)

Gaung Gelora Tak Lagi Bergema













Pemuda!
Tingkatkanlah ketahanan, Demi keutuhan pertiwi.

Tulisan itu terpampang di kulit pintu samping Gelora Pantjasila. Seakan menorehkan berjuta pesan bagi kita, demi untuk mempertahankan keutuhan bangsa.

Gelora Pantjasila (ejaan dulu, red) seolah menjadi saksi sejarah perjuangan arek-arek suroboyo. sebuah aset sejarah yang pantas untuk diulas seiring kian rentasnya bangunan kokoh gedung olahraga tersebut.

Suguhan dua gambar relief yang dibuat pada tahun 1965, menceritakan tentang sejarah perjalanan olahraga di dunia. satu relief menggambarkan tentang olah raga pada masa purba, dan pada satu gambar yang lain mengambarkan olahraga pada masa sekarang.

Gedung yang berdiri pada tahun 1965 itu dapat dibilang cukup lengkap fasilitasnya. Hal ini terlihat dari adanya bekas kolam pada bagian belakang gedung ini untuk cabang olah raga polo air. Namun, kini keberadaannya telah ditutup untuk umum.
Selain itu pada masa kejayaannya gedung yang diresmikan pada tanggal 1 Juni 1966 oleh Gubernur Jawa Timur yang ke Lima Moh.Wijono ini juga terdapat kamar bagi altlet dari luar daerah Surabaya, ruang kesehatan, ruang ganti, ruang reporter, musholah, ruang mekanik, dan kamar mandi.

Mengenai penamaan gedung yang berkapasitas 5.000 orang ini sempat berganti nama dari Gelora Pantjasila menjadi Gelora Suhartati. Dia seorang atlet terjun payung asal Surabaya, yang meninggal pada saat berlaga di Lapangan Halim Perdana kusuma,Jakarta. Namun, akhirnya nama Gelora Pantjasila dipilih kembali dengan tujuan nilai sejarah gedung tersebut dapat selalu terkenang.

Terselimuti Debu
Tampak dari luar, cat tembok yang mengelupas, bagian atap-atapnya yang jebol, banyak kaca pecah dan debu tebal menyelimuti setiap sudut gedung ini. Pemandangan ini merupakan bukti kian usangnya nilai sejarah Gelora Pantjasila.

"Kondisi ini dikarenakan pada saat itu gedung digunakan untuk berkampanye oleh beberapa partai politik dan pada saat itu beberapa dari mereka yang kontra merusak gedung yang kaya akan nilai sejarah," kata Hadi pengelola gedung saat ini.

Di tangan cukong-cukong, yang kesannya ditutup-tutupi. Gedung ini disewakan untuk umum, Rp. 4.500.000 untuk 1 harinya. Namun, kelayakan gedung ini yang sudah tak memadai, gedung ini pun sepi dari persewaan.

Padahal hidup mati gedung ini tergantung pada ada atau tidaknya yang menyewa gedung ini. “Bahkan saat ini untuk sekedar pembiayaan gedung saja tidak ada dana yang masuk “ imbuhnya.

Tidak jelas bagaimana nasib gedung ini selanjutnya, padahal gedung yang juga menjadi salah satu ikon Surabaya ini, setidaknya sebagai harta yang paling berharga yang seharusnya tetap dipertahankan.
Lebih memprihatinkan, sebagian masyarakat kota Surabaya sendiri seakan tidak peduli dengan harta kota yang bernilai sejarah. Lalu lalang kendaraan dan kepulan asap kendaraan semakin membuat gedung ini semakin tampak kusam.

Walaupun begitu gedung ini masih tetap berdiri kokoh dengan kenangan sejarah, meski kini gaung gelora tersebut tak lagi bergema. ( Naskah: Shiska PA/Foto : Dhimas P )

Goyang Lidah ala Bakso Keju





Sebuah gigitan pertama begitu terasa campuran daging dan kejunya. Belum lagi saat kita mencicipi kuah yang begitu terasa asing daripada umumnya. Selanjutnya terserah anda.

Ya bakso keju sebuah varian baru yang membuat kita menelan ludah. Rasanya pun boleh dikatakan enak karena rasa daging, kuah dan keju menyatu sehingga tidak membuat kita merasa eneg.

Berbeda dengan bakso-bakso pada umumnya, depot bakso milik Mustajab (49) itu sengaja menggunakan campuran keju dengan daging sapi untuk diolah menjadi pentol bakso. Tempatnya pun mudah dijangkau, karena terletak di raya Arif Rahman Hakim Surabaya dan siap untuk dihampiri sambil merasakan nikmatnya sajian khas keju.

Mustajab sengaja membuat seperti itu dan jangan takut kejunya pun tidak mencair saat dicampur dengan kuah bakso yang panas. Sebuah ciri khas tersendiri telah tersaji. “Kami memang memilih keju yang tidak terlalu asin dan tidak mudah meleleh di kuah yang panas,” ungkap pria kelahiran 5 Maret 1958 itu.

Mengenai ide bakso keju ini pertama kali terlintas saat dia berada di Jakarta. “Di Jakarta bakso keju seperti ini sudah banyak, tapi di Surabaya mungkin masih jarang,” imbuhnya.

Bakso keju yang tersaji cantik dengan campuran bihun dan selada itu, begitu terasa menggoda apabila dinikmati dengan es teller dan es campur khas depot tersebut. Jangan ragu lagi bakso keju terasa maknyus bila dibanding bakso-bakso lainnya. (Naskah: Guntur IP/Eva Mayasari H, Foto: Dhimas Prasaja)