Saturday, June 09, 2007


Srikandi, Tanam Benih Berprestasi

Di tengah hiruk-pikuk aktivitas warga Kota Pahlawan pulang dari kerjanya. Dengan penuh konsentrasi puluhan anak terlihat asik memainkan busur panah.


Pemandangan ini dapat dijumpai di lapangan olahraga KONI Kertajaya. Aksi mereka di atas lapangan hijau berbentuk elips bak atlit professional. Teknik demi teknik dengan mudah diterapkannya. Perlahan-lahan tangan Rika, meregangkan tali busur, dengan pandangan lurus ke arah papan lingkaran (sasaran) busur pun dilepaskannya. lantas mulai membidik kearah sasaran.

Tidak lama kemudian, raut muka gadis cilik berusia 8 tahun itu tampak murung. “Duh, gagal lagi dan tidak tepat pada sasarannya,” keluhnya sore itu.Nasib serupa juga dialami beberapa teman Rika, yang kebetulan berada di sampingnya. Namun semangat yang tinggi mampu mengalahkan kernyitan dahi mereka. Srikandi Archery adalah klub berkumpulnya para atlet-atlet panahan.

Pembina cabang olahraga ini Denny Triswanto, menjelaskan bahwa syarat untuk menjadi seorang atlet panahan tidak dibutuhkan bakat melainkan keinginan yang serius dan jiwa yang betul-betul tenang. Maka tidak salah jika Denny menegaskan bahwa olahraga ini sangat identik dengan olahraga tembak, tapi lebih ringan dan tidak terlalu beresiko. ”karena sama-sama dibutuhkan kejelian dan konsentrasi,” tuturnya kala itu.

Hingga saat ini, klub asuhannya tercatat mempunyai anak didik sejumlah lebih dari 50 anak. Rata-rata masih duduk di bangku SD hingga SMA. Setiap harinya mereka berlatih selama 24 jam non-stop dengan dibimbing tiga pelatih dari klub tersebut. Sejalan beriringnya waktu antusias mereka untuk tetap konsisten berlatih kian berkurang. Dan hanya tersisah delapan atlet yang rencananya akan dikirim ke Singapura untuk event internasional. Menurut salah seorang Pelatih Srikandi Archery Sutopo, 44 tahun, ada beberapa penyebab berkurangnya minat berlatih mereka. Misalnya saja rasa bosan, dan tidak adanya motivasi dari orang tua.

Mengenai penjadwalan latihan, Srikandi mempunyai aturan yang sama dalam hal tingkatan usia. Artinya junior dan senior latihan dengan waktu dan tempat yang sama. Durasi latihan yang bertempat di lapangan yang di bangun oleh KONI Jatim, serta dikelola oleh Pengurus Daerah (Pengda) Jatim ini tidak ada batasan. ”Kita waktunya bebas, mereka selesai asalkan sudah mencapai scored yang ditetapkan oleh pelatih,” tambah Sutopo.

Dalam kurun waktu latihan tersebut, mereka manfaatkan untuk pemanasan (warming up), kemudian ada semacam penguluran otot (stertching) dengan menggunakan pipa paralon dan karet sampai otot tangan lurus. Setelah itu dilanjutkan latihan memanah jarak pendek jarak 10 sampai 15 meter. Lalu diakhiri dengan pendinginan lari lima kali putaran lapangan penuh.

Menuai Prestasi Berbekal eksistensi berlatih, beberapa atlet panahan klub tersebut tak jarang yang menuai prestasi.Delli Threesyadinda, 17 tahun dan Irvaldi Ananda Putra, 11 tahun. Keduanya merupakan dua atlet binaan klub Srikandi Archery, yang paling berprestasi baik nasional maupun internasional. Delli adalah anak dari pasangan Denny dan Lilies yang tak lain adalah pembina sekaligus atlet panahan Srikandi Archery sendiri. Tidak tanggung-tanggung 12 Rekor Muri pernah diraihnya. Begitu pula dengan Irvaldi yang pernah tercatat masuk rekor Muri atas prestasinya pada tembak balon setinggi 15 meter dengan jarak 30 meter. Dari pandangan Sutopo, potensi dari para atlet Panahan di Kota Pahlawan ini sendiri paling unggul bila dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya. ”Jatim selalu Juara Umum bila dibanding Pengda lainnya,” ujar pria berkacamata itu.


Peralatan Sumbangsih Pembina

Perkembangan olahraga panahan Indonesia di tingkat Internasional sudah demikian melambung di setiap era. Tentunya seiring prestasi diraih, peralatan kebutuhan olahraga panahan pun harus mumpuni.Untuk mendapatkan fasilitas peralatan yang mumpuni, Srikandi klub yang sudah ada sejak tahun 80-an ini memperolehnya dari dana pribadi pembina sendiri.

”Sebagian besar alat-alat itu diperoleh dari saya atau pembina lainnya, tapi tidak menutup kemungkinan dari KONI pusat juga memberi, walaupun hanya satu atau dua set saja,” jelas Denny.Harga beberapa peralatan yang digunakan pun berbeda-beda tergantung dari tingkatannya. Untuk Recorve hampir mencapai 20 juta, sedangkan untuk Compon berkisar antara 25-40 juta rupiah.


Satu seruan yang selalu diberikan oleh pelatih kepada para atletnya yaitu Lapang dada menerima kegagalan, lalu melecut diri utnuk segera berbenah. Cabang Panahanbersiap menghadapi tantangan mendatang, karena dunia belum kiamat dan prestasi demi prestasi masih menunggu di depan.(naskah:Andrian Saputri/ Foto: Dhimas Prasaja)

No comments: