Saturday, June 09, 2007

ARTIKEL

RADIO KAMPUS
oleh: fajar arifianto, staf pengajar Stikosa-AWS (fajar-indosiar@sby.centrin.net.id)

Saat ini sudah banyak kampus yang memiliki radio siaran sendiri, meski dengan daya pancar terbatas. Biasanya radio kampus digunakan mahasiswa mengembangkan hobby-nya di bidang broadcasting. Bak penyiar profesional, penyiar radio kampus sudah berani mengekspresikan kemampuannya, meski dengan peralatan audio system yang terbatas.

Ada juga kampus yang hanya punya audio internal, dimana siaran radio di kampus tidak untuk disiarkan karena belum memiliki pemancar. Jadi hanya menggunakan kabel dan beberapa speaker yang ditempatkan di lokasi lokasi strategis, sehingga siaran bisa terdengar di hampir seluruh kampus.

Semangat mahasiswa untuk bisa siaran di radio, sampai sekarang tetap tinggi. Bahkan tidak sedikit mahasiswa yang memilih jurusan komunikasi hanya sekedar ingin mendukung bakat dan hobbynya di radio siaran.

Saya teringat ketika masih mahasiswa. Karena belum punya radio kampus sendiri, waktu itu sekitar tahun 1993-an teman teman yang hobby radio berkumpul di RRI jalan Pemuda. Kita rekaman siaran dunia mahasiswa (Siduma) yang disiarkan seminggu sekali tiap sabtu sore dengan durasi setengah jam.

Ternyata tidak hanya mahasiswa Stikosa, diSiduma berkumpul juga rekan rekan mahasiswa dari Unair, Unesa (waktu itu masih IKIP Surabaya), IAIN Sunan Ampel, UPB, dan beberapa kampus lain.

Di Siaran Dunia mahasiswa kita belajar membuat produksi siaran radio sendiri. Naskah siaran kita yang nulis, berita kita yang hunting, termasuk juga memilih musik dan lagu yang akan diputar di Siduma. Hanya proses recording (rekaman) yang melibatkan operator RRI plus seorang producer dari bagian siaran kata RRI Surabaya.

Meski hanya seminggu sekali, acara Siaran Dunia Mahasiswa sangat menyenangkan. Setidaknya ada wadah bagi teman teman mahasiswa yang hobby radio untuk berkumpul, berbagi pengalaman, dan belajar bersama tentang radio siaran. Tidak ada senior dan yunior, yang merasa sudah bisa berbagi pengalaman dengan yang belum bisa. Kegiatan off air Siduma berupa lomba presenter dan baca berita untuk mahasiswa dan umum juga memberikan warna tersendiri kiprah Siduma kala itu.

Sekitar tiga tahun saya aktif di Siduma sebagai Scriptwritter dan reporter, sampai akhirnya saya dapat bekerja di radio siaran swasta. Lima tahun saya jadi reporter radio di Surabaya dan Sidoarjo, dengan pengalaman paling berharga ketika bertugas sebagai reporter radio Suara Surabaya. Pengalaman di radio inilah yang mengantarkan saya bisa bekerja di televisi swasta Indosiar.

Sampai sekarang Siaran dunia mahasiswa (Siduma) ternyata masih diproduksi. Saya sempat bertemu satu diantara mahasiswa Stikosa yang kebetulan masih aktif di Siduma. Saya senang karena wadah mahasiswa surabaya untuk belajar siaran masih eksis.

Tentunya mahasiswa sekarang tidak perlu repot repot datang dan rekaman di RRI, karena di kampusnya sudah ada studio radio siaran. Mereka bisa kapan saja siaran di kampus.
Tapi yang lebih penting menurut saya, radio kampus tidak sekedar untuk menyalurkan hobby siaran. Teman teman mahasiswa juga harus belajar, memahami dan praktek produksi siaran radio. Jadi tidak hanya pinter ngomong sebagai penyiar, meski harus diakui profesi penyiar radio (terutama radio bergaya anak muda), sampai sekarang masih jadi impian bagi sebagian anak muda.

Sebagai media siaran untuk mahasiswa, radio kampus mestinya juga membuka kesempatan untuk belajar jadi reporter, scripwritter, producer, music director, dsb.
Ditengah makin banyaknya radio yang berjurnalisme, sebenarnya ini peluang bagi mahasiswa yang punya radio kampus untuk belajar lebih banyak sebelum berkiprah di radio siaran. Apalagi sebagai mahasiswa komunikasi yang mendalami jurnalistik, tentunya punya nilai lebih bila sungguh sungguh mau mencoba dan belajar tentang radio siaran.

Untuk itu mahasiswa perlu latihan membuat produksi berita radio, apakah straight news, majalah udara , feature, profil, documentaey dan lain sebagainya. Kemampuan mahasiswa untuk bisa reportase, menulis dan terampil membuat paket paket produksi siaran, adalah selling point yang diharapkan bisa menjawab tuntutan kerja di radio siaran.

Radio kampus mestinya harus bisa mewadahi hal ini. Jadi selain praktek jadi penyiar, juga harus diimbangi dengan mengasah keterampilan lain seperti reportase, menulis dan memproduksi berbagai berita radio dengan arahan para praktisi radio siaran dan dosen yang punya kompetensi di bidangnya.

Kemampuan jadi penyiar,reporter, music director, scriptwritter dan producer yang handal adalah skill atau keterampilan yang hanya bisa diperoleh bila masing masing individu mau berlatih dengan sungguh sungguh.

Di Jakarta ada sebuah radio kampus namanya MS TRI (singkatan Media Suara Trisakti) milik Universitas Trisakti Jakarta. Meski dikatakan radio kampus (karena kantor dan studionya berada dikampus Trisaksti Grogol Jakarta barat) Radio MS TRI termasuk radio siaran swasta nasional yang dikelola secara serius dan punya banyak pendengar.

Ketika era reformasi, radio MS TRI menjadi radio siaran yang banyak mendapat respon audience, karena dipercaya sebagai radionya mahasiswa. Ketika itu, MS TRI menyiarkan aksi- aksi mahasiswa lengkap dengan rute perjalanan aksi, mulai titik berkumpulnya massa,berangkat sampai ke tempat tujuan unjuk rasa.

Ketika tahun 1999 saya ke Jakarta meliput sidang Istimewa MPR untuk radio Suara Surabaya, saya sempat berkolaborasi dengan tim liputan radio MS TRI. Saya merasakan kekompakan serta semangat teman teman reporter dan penyiar MS TRI dalam menyajikan siaran yang kala itu didominasi informasi seputar aksi-aksi mahasiswa ibukota menyuarakan reformasi.

Para awak radio MS TRI hampir seluruhnya mahasiswa aktif yang tetap kuliah disela sela tugasnya sebagai penyiar, reporter, producer, scriptwritter maupun music director. Mereka mendapatkan pengalaman kerja yang nyata dari praktek bersiaran radio di kampusnya.
Meski format dan gaya siarannya anak muda, radio MS TRI tetap tidak kehilangan nafas informasi dan berita aktual. Dengan bahasa dan kemasan jurnalisme radio yang disesuaikan dengan gaya anak muda, radio MS TRI ternyata mampu menarik perhatian pendengar, tidak hanya mahasiswa tapi juga khalayak umum yang lebih luas. Bisa dikatakan, radio MS TRI bukan sekedar radio kampus biasa, tapi sudah jadi radio kampus plus yang mampu memenuhi kebutuhan pendengarnya lebih profesional dan dikelola secara mandiri.

Semoga semakin banyak radio kampus yang bisa melakukan seperti itu. Ini bukan membandingkan, karena tidak fair menyamakan radio-radio kampus lain dengan MS TRI yang didukung penuh oleh rektorat universitas Trisakti terutama dalam soal peralatan operasional dan dana.

Setidaknya kita bisa mengambil semangatnya agar pengelola radio kampus mulai mencoba untuk menata dan berbenah agar semakin banyak mahasiswa yang merasakan manfaat dari keberadaan radio kampus. Satu diantara manfaatnya bila radio kampus sudah menjadi media praktek yang efektif bagi mahasiswa sebagai persiapan awal sebelum bekerja di radio siaran swasta.

No comments: