Saturday, June 09, 2007

Berita Nasional

Pergerakan Politik di Zaman Anomali

Malam itu, ratusan orang berduyun-duyun memadati halaman Balai Pemuda Surabaya. Kehadiran mereka untuk mengikuti forum kajian Bang-Bang Wetan.

Kajian yang diprakarsai Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) itu mengangkat tema pola pergerakan politik. Dengan menghadirkan beberapa narasumber yang sudah tak asing lagi bagi masyarakat Surabaya dan sekitarnya. Antara lain Sukowidodo (Dosen Komunikasi Unair), Priyo Al-Jabbar (Cak Priyo), Darmadji (ITS), Ignatius Basosoesilo (Dekan Fisipol Unair), Simen (Ketua BEM Unair), Sholeh, dan Dimam Abror (Pimred Surya).

Mengawali pokok bahasannya Cak Nun sedikit bercerita mengenai pertemuannya dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) beberapa waktu lalu di Jogjakarta. Tepatnya empat hari yang lalu sebelum acara Bang-Bang Wetan bulan ini dilaksanakan, saya dihubungi atasannya Jusuf Kalla (SBY).

”Spontan saya mengiyakan, namun dengan syarat pertemuan itu hanya empat mata saja, pada pukul 10 malam dan tempatnya di Jogjakarta,” tutur suami Novia kolopaking ini di hadapan ratusan warga yang hadir malam itu.

Saat ditanya mengenai apa yang dibahas dalam pertemuan tersebut. Cak Nun menjawab bahwa forum demokrasi sejati, setiap orang memiliki hak dan kewajiban bersama untuk mensilaturrahmikan segala kemungkinan kemaslahatan bersama. Dalam artian pola pergerakan dan perjuangan poltik di Indonesia.

”Oleh karena itu saya berkewajiban untuk membahasnya pada kesempatan kali ini,” imbuh pria asal Peterongan Jombang ini.

Tak mau kalah dengan Cak Nun, Sukowidodo juga bercerita tentang kehadiran tokoh-tokoh republik mimpi di Gubeng Kertajaya Surabaya beberapa waktu lalu, untuk syuting acara yang ditayangkan salah satu stasiun swasta. ”Kebetulan waktu itu saya diminta menemani SBY, JK, Gus Pur, dan Pak Habudi,” sambungnya.

Lebih lanjut Suko pun menjelaskan bahwa malam ini di acara Bang-Bang Wetan ini kita tidak sedang bermimpi. Jadi kita harus serius memikirkan hal-hal baru demi terwujudnya suatu perubahan, yang pasti dapat terjadi sekian waktu.

Melihat kondisi bangsa yang mulai dapat dikatakan bak zaman anomali (zaman tatkala tidak adanya rasa saling percaya), tidak percaya pada pola-pola pemerintahan atau apapun menyangkut negara. Suko meminta pada segenap adik-adik mahasiswa yang hadir dalam forum ini agar turut berfikir terhadap berbagai permasalahan yang melanda bangsa.

Setelah mendapatkan tekanan dari Cak Nun dan Suko, giliran salah seorang perwakilan mahasiswa yang kebetulan duduk sebagai narasumber akhirnya buka mulut. Simen, mengambil contoh cerita pada film ’Soe Hok Gie’. Dirinya menanggapi bahwa negara kita bagai euforia semata. Yang mana kala itu mahasiswa tak hanya koar-koar menyikapi Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) belaka. Namun, di antara mereka banyak yang menentang imperialisme penjajahan baru.
Melihat realita yang terjadi saat ini, mahasiswa-mahasiswa kita kurang greget dalam bersikap. ”Seperti impor beras dan sempat diberitakan di harian Kompas, jika Amerika Serikat mulai melirik tambang uranium (Ur) di Kalimantan yang kadarnya lebih tinggi daripada yang terdapat di Timur Tengah,” tegas mahasiswa Unair tersebut.

Tak pelak argumen singkat Simen, di sambut tepuk tangan riuh dari ratusan warga yang hadir. Senada dengannya, mantan Ketua Partai Partai Rakyat Demokrat (PRD) Surabaya M. Sholeh merasa mahasiswa kian merosot kekritisannya. Hal ini dapat dilihat dari sisi hukum, poltik, maupun ekonomi. Apa yang dituntut oleh mahasiswa belum setarus persen.

Bicara soal gerakan buruh misalnya entah karena fase apa seperti ada kejenuhan. Sama dengan mahasiswa semakin tahun gerakan dan kekritisannya kian menipis. Berbeda dengan tahun 1998, berbeda dengan tahun 1996. Begitu pula tidak adanya realisasi daripada aspirasi perjuangan pola pergerakan yang berdampak pada kejenuhan dalam segala lapisan.

Melihat kondisi seperti ini, maka harus ada sebuah isu bersama agar dapat jadi pemicu kekritisan bersama. Sehingga dapat dirasakan situasi politik mampu berjalan stagnan.

“Sekaligus inilah bukti demokrasi betul-betul telah di tangan rakyat,” tegas Sholeh. (M. Ridlo’i)

No comments: