Saturday, March 17, 2007

SENANDUNG OMBAK DI PANTAI SELATAN BANYUWANGI

Berdiri menatap senandung ombak beriring, pasir di bibir pantai menghampar dan angin semilir serasa menyapu wajah. Panorama pantai selatan Banyuwangi seakan terus memanggil untuk dinikmati.

Awan hitam dan deru angin laut yang khas menyapa, ketika kami menginjakkan kaki pertama di sebuah kawasan pesisir yang bernama Pantai Lampon. Perjalanan dari jantung kota Banyuwangi menuju ke pantai ini memakan waktu sekitar tiga jam.
Kondisi jalanan yang kurang bersahabat bagi setiap pengunjung, karena penuh liku dan perlintasannya pun mengalami rusak berat. Seakan memberi kejutan tersendiri bagi setiap pengunjung yang baru pertama ke sana, seperti halnya kami.

Sekilas melempar pandangan ke sekitar, tak ada yang istimewa. Layaknya perkampungan yang berada di pinggir pantai. Pohon kelapa tumbuh dimana-mana. Dengan rumah-rumah penduduk yang letaknya berjauhan semakin menambah sepinya suasana Pantai Lampon.
Kondisi inilah yang akhhirnya dimanfaatkan oleh pasukan katak, dari satuan marinir Banyuwangi untuk menggelar latihan rutin di tepi pantai.

Birunya ombak laut dan semilir angin banyak juga dimanfaatkan pasangan pemuda yang sedang dimabuk asmara. “Kebanyakan mereka berdatangan pada hari Minggu,” ungkap Pak Urip, sembari menjaring ikan di bibir pantai tersebut.

Untuk sumber mata pencaharian penduduk setempat kebanyakan mereka nelayan. Namun, buruknya cuaca mulai awal Januari hingga akhir Februari berdampak pada ketidakberanian warga untuk melaut mencari ikan. “Oleh karenanya kami untuk saat ini hanya mencari ikan sebatas di bibir pantai saja dengan cara memancing dan menebar jala saja,” tutur Pak Urip.

Pantai Pulau Merah

Tak jauh dari Pantai Lampon kami menjumpai satu pantai lainnya, yang bernama Pantai Pulau Merah. Pantai ini dapat ditempuh dengan waktu sekitar satu jam dari Pantai Lampon. Suasananya pun jauh lebih sepi daripada Pantai Lampon.

Rindangnya pepohonan menambah asri gubuk-gubuk kecil yang menyebar di tepian pantai. Udara panas pun tersisihkan dengan hembusan angin pantai. Itulah nuansa Pantai Laut Merah.
Eksotika lainnya, sekitar 500 meter dari bibir pantai terdapat sebuah bukit seperti tanah lot (Bali), bedanya bukit ini berwarna merah hati. Hal inilah yang akhirnya pantai ini disebut sebagai Pantai Pulau Merah.

Selain itu, di sekitar kawasan pantai juga sering dijumpai hewan-hewan liar dan ganas, seperti harimau, ular dan sejenisnya. Namun, rasa takut tak pernah terlintas sedikit pun di benak masyarakat setempat. Terlebih saat mereka mencari kayu di pantai tersebut tatkala air surut.
Mengenai sepinya penduduk yang tinggal di sekitar pantai, Sumiati mengatakan jika penduduk masih merasa trauma dengan peristiwa tsunami yang pernah melanda kawasan ini pada 1939 lalu.

Pantai Pancer

Merasa belum puas, perjalanan terakhir kami lanjut di Pantai Pancer, yang letaknya sangat dekat dengan Pantai Pulau Merah, yakni sekitar 20 menit. Suasananya pun tampak lebih ramai dari pada kedua pantai sebelumnya. Di sekitarnya juga terlihat banyak sekali rumah-rumah penduduk. Selain itu, terlihat aktivitas para nelayan mulai dari membuat atau sekedar memperbaiki jala. Ada pula yang berdagang ikan hasil tangkapannya.

Di pantai ini juga terdapat Tempat Pelelangan Ikan (TPI). “Jadi ikan-ikan segar dari laut dapat kita jumpai di tempat pelelangan tersebut sekalian membelinya,” tunjuk salah seorang warga setempat pada Acta Surya.

Karena terletak di gugusan Pulau Jawa sebelah selatan, maka pantai ini sangat sayang bila dilewatkan tanpa sempat menikmati. Datang dan merasakan sapa lembut angin lautnya, meraba halus untaian pasirnya sembari mendengarkan senandung ombaknya yang biru.

- naskah dan foto : jarot budi, wirawan choiron

No comments: