Friday, December 14, 2007

Villa Laris, Calo Manis

Vila…Vila…Vila…
Ayo vilanya mas…

Begitulah sapaan-sapaan beberapa orang laki-laki tatkala kita memasuki daerah pegunungan. Seperti halnya yang ada di Desa Tretes, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.

Tepat di bawah gapura bertuliskan “Tingkatkan Pembangunan Dengan Semangat Untung Suropati”, mereka bersiap menghantar orang luar kota yang berkenan meggunakan jasa calo (orang yang berprofesi menawarkan suatu hal, red) dalam mencari vila. Pemandangan ini kerapkali kita jumpai di tempat wisata, khususnya di daerah dataran tinggi lainnya.

Calo di Desa Tretes atau biasa dikenal dengan sebutan Calo Tretes ada sejak tahun 70-an. “Karena pada saat itu ada sebuah obyek wisata terkenal yaitu Air terjun Kakek Bodo,” ujar salah seorang calo vila Asub (nama samaran).

Dia pun bertutur bahwa setelah obyek wisata ini digemari banyak pengunjung wisatawan domestik maupun mancanegara, maka perlahan bermunculan berbagai macam tempat penginapan maupun restoran. Berangkat dari sinilah pekerjaan sebagai calo makin banyak yang menggeluti.

Mulanya beberapa calo berkumpul dengan teman-teman seprofesi di pangkalan ojek. Di pangkalan calo-calo itu menawarkan dirinya kepada setiap orang lewat didepannya, “Vila… vila... mas…pak … villanya pak?,” tawaran yang sering keluar dari para calo.

Setelah ada pengunjung yang merespon, segeralah calo itu menemui pengunjung tersebut. Selanjutnya, proses transaksi dimulai. Dari menanyakan apa yang diinginkan si pengunjung itu. Dan bermacam-macam kemauan pengunjung, ada yang ingin diantarkan ke tempat wisata atau penginapan.

Jika si pengunjung itu mencari tempat penginapan, maka ia menawarkan tempat penginapan yang sesuai dengan keinginan berikut harganya. Jika si pengunjung itu merasa cocok akan tempat dan harganya dan setuju menginap, maka ia memperoleh komisi 10-20 persen harga sewanya dari pemilik tempat penginapan itu.

Calo PSK
Calo-calo tersebut selain menjajakan vila (penginapan), mereka juga menawarkan wanita-wanita yang ada di Desa Tretes yang bekerja sebagai Pekerja Seks Komesrsial (PSK).

Melihat peluang bisinis ini yang begitu menjanjikan, akhirnya beberapa calo tersebut juga mencabang menjadi calo PSK. Tidak sedikit lelaki hidung belang yang senang meminta bantuan jasa calo. Sementara itu lokasi PSK tersebut berada di rumah-rumah perkampungan warga setempat.

Menariknya, meskipun berada di lingkungan warga, ada aturan yang harus dipatuhi warga sekitar Desa Tretes. Yaitu bagi warga yang asli Desa Tretes dilarang keras bekerja sebagai PSK. Jadi jika ada wanita di daerah situ ikut kerja PSK maka ia diusir paksa keluar dari daerah itu. “Jadi selama ini yang bekerja sebagai PSK adalah para pendatang,” kata Asub.

Sudah banyak ormas-ormas sosial maupun keagamaan yang berusaha menutup bisnis lokalisasi seks terselubung itu. Menurut mereka bisnis ini akan merusak moral bangsa dan sangat diharamkan oleh agama. Tetapi warga sekitar menolak keras niatan dan tindakan mereka yang ingin membubarkannya. Dan yang melindungi niatan warga adalah Musyawarah Pimpinan Keamanan (Muspika) setempat akan siap melindungi bisnis ini. Muspika ini sendiri terdiri dari Koramil, dan Tokoh-tokoh setempat.

Pernah terjadi rapat antara warga, Muspika, dan salah satu ormas keagamanan untuk menyelesaikan masalah ini. Warga menyatakan bahwa mereka mau bisnis ditiadakan jika ormas tersebut mau memberikan solusi lapangan pekerjaan bagi mereka. Dalam hati kecil seluruh warga sebenarnya tidak mengharapkan adanya bisnis prostitusi ini, tapi hanya dari bisnis inilah sumber mata pencaharian terbesar yang mereka peroleh. (Naskah: Reza Nurmansyah)



No comments: