Saturday, March 17, 2007

KEMBANG KEMPIS TV LOKAL DI TAHUN BABI API

Mengetahui maraknya perkembangan televisi lokal pada tahun babi api ini. Teringat dengan yang dikatakan salah seorang alumni kampus saya, dalam tulisan di blogspotnya.“Bahwa dalam menata dunia penyiaran di Indonesia diperlukan konsep matang,” tulisnya kala itu.


Ya, lalu dia berkata, ”menata hal tersebut ibarat memodifikasi barang antik menjadi barang baru, ‘useful’ bagi masyarakat”. Lebih lanjut menurutnya, konsep matang itu adalah mencangkup strong (kekuatan), weakness (kelemahan), opportunity (kesempatan) dan threat (ancaman). Atau bahasa kerennya SWOT penyiaran.

Menilik dari sini, patut kiranya sedikit review mengenai persoalan-persoalan yang hinggap di dunia pertelevisian kita –Indonesia-. Penghujung tahun 2006, dunia pertelevisian sempat digemparkan dengan sebuah acara yang bernama ‘Smackdown’. Banyak anak dibawah umur yang menjadi korban tayangan tersebut.

Mencoba mengkaji. Bila tidak salah setiap produksi acara sebelum disiarkan terlebih dulu dilakukan pengkajian atau sensor. Yang dilakukan oleh badan atau instansi terkait. Namun, bila terjadi persoalan seperti di atas, timbullah pertanyaan siapakah yang layak dimintai tanggung jawab dalam hal ini?

Itulah, sekelumit dampak negatif pertelevisian di Indonesia. Positifnya, berkah reformasi semua telah berubah. Puncaknya keluarlah Undang-Undang (UU) Penyiaran no. 32/2002. Yang mana UU tersebut menjadi wewenang sebuah lembaga independen Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Tak hanya berhenti sampai di sini. Beberapa pebisnis pertelevisian mencoba memanfaatkan keberadaan UU tersebut dan tentunya juga berpijak pada UU Kebebasan Pers. Seperti telah diketahui banyaknya bermunculan televisi-televisi lokal.

Merujuk kembali pada 9 Februari atau yang kerap kita peringati sebagai hari Pers. Di tahun shio babi api ini tema yang diambil dalam peringatan tersebut, adalah ‘Mewujudkan Pers Independen yang Berkualitas untuk Memperjuangkan Kesejahteraan Bangsa’.

Uhhh, sungguh luar biasa tema ini. Sudahkah pers di Indonesia ‘independen’? Telah berkualitaskah pers kita?. Betulkah Pers kita telah ikut serta mencerdaskan bangsa?
Pers didalamnya melingkupi banyak hal, termasuk diantaranya penyiaran pertelevisian. Sebelum televisi-televisi lokal bermunculan, keberadaan beberapa stasiun televisi saja begitu meresahkan kita –masyarakat-.

Lantas, bagaimana dengan sekarang setelah banyak bermunculan televisi lokal. Antara pikiran bisnis beriring dengan keindependenan.

Pertama, kekhawatiran muncul apabila badan yang terkait dalam hal pengawas penyiaran. Tak total mengetahui jika masyarakat dapat mengalami perubahan persepsi dan nilai moral menontonnya.

Kedua, masyarakat sebagai penguasa tunggal penentu program-program siaran televisi. Sebuah acara akan menentukan rating. Bahwa program yang bagus dan enak ditonton pasti memilki nilai lebih (maksud: makin lama dan makin menarik tayangannya, tentunya makin mahal).

Berangkat dari kedua hal tersebut semoga kembang kempis pertelevisian lokal tetap dapat teratasi dengan tetap memperhatikan aspek sosial kemasyarakatan.

- M. Ridlo’I

No comments: