Harjokemun Al-Molog (mbah Molog), salah seorang pengrajin Reyog tertua yang masih tersisa di Ponorogo. Tampak ia sedang berpose di depan buah karyanya, Minggu (21/01).
Begitulah ungkapan perasaan Harjokemun Al-Molog (Mbah Molog), tatkala melihat kondisi kesenian Reyog saat ini pada Acta Surya. Menurutnya untuk menjaga kelestarian tradisinya patut dibutuhkan pemahaman tersendiri terhadap kesenian khas kota Ponorogo ini.
“Terutama pada pemahaman nilai-nilai jawa bagi para pengrajin maupun pecinta Reyog. Apalagi dalam membuatnya ada hitungan mistiknya dan saya sangat percaya akan itu,” imbuh lelaki yang kini berusia 83 tahun tersebut.
Melihat berbagai jerih payah Mbah Molog yang menekuni Reyog sejak usia 7 tahun. Baik dari segi penjagaan maupun pelestarian budaya Reyog. Sangat pantas jika dirinya mendapat piagam penghargaan Festival of American Folklife 1991 dari negeri Paman Sam, yang diberikan oleh the Smithsonian Institution.
“Kala itu saya sendiri yang datang ke Washington berkat undangan mereka,” aku Mbah Molog, sembari menunjukkan piagam tersebut yang terpasang di dinding rumahnya. Bukti lain jika Mbah Molog pantas disebut sebagai panjaga tradisi Reyog adalah terpampangnya dua buah piagam penghargaan lainnya di dinding rumahnya di jalan Tlutur 76 A Ponorogo.
Piagam tersebut adalah dari mantan Kepala Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Timur Widarso Gondodiwirjo pada 18 Agustus 1978, sebagai “pembinaan seni tradisional daerah kabupaten Ponorogo dan pelatih penari Reyog”. Dan penghargaan dari mantan Gubernur Jatim Soelarso pada 31 Maret 1993, sebagai seniman seni rupa tradisional.
- naskah dan foto: M. Ridlo'i
No comments:
Post a Comment